Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI MALANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2019/PN Mlg SUGENG PRAYITNO KAPOLRI cq. KAPOLDA JATIM cq. KAPOLRES BATU cq. KAPOLSEK BATU KOTA cq. KA UNIT RESKRIM POLSEK BATU KOTA Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 26 Sep. 2019
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2019/PN Mlg
Tanggal Surat Senin, 23 Sep. 2019
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1SUGENG PRAYITNO
Termohon
NoNama
1KAPOLRI cq. KAPOLDA JATIM cq. KAPOLRES BATU cq. KAPOLSEK BATU KOTA cq. KA UNIT RESKRIM POLSEK BATU KOTA
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

A.    DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
    
1.    Bahwa gagasan tentang lembaga Praperadilan terinspirasi dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem peradilan Anglo Saxon, yang memberikan jaminan fundamental terhadap hak asasi manusia karena itu lembaga Praperadilan adalah sebagai kontrol terhadap penggunaanwewenang dalam proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutanoleh penyidik dan penuntut umum, agar penggunaan wewenang tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku dan tidak dilakukan secara sewenang-wenang, sehingga terampasnya hakseseorang dalam proses-proses tersebut terjadi berdasarkan aturanhukum yang berlaku. Asas utamanya adalah seseorang harus diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah sampai dengan ditetapkan kesalahannya melalui proses penegakan hukum yang memiliki kekuatan hukum yang tetap, yang dikenal dengan asas praduga tidak bersalah (asas presumption of innocent) ;

2.    Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum sudah sesuai dengan undang-undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan ;

3.    Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan secara horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya ;

4.    Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor : 21 / PUU-XII / 2014,tanggal 28 April 2015, yang memuat tentang ruang lingkup atau wewenang praperadilan yang tertuang dalam KUHAP telah diperluas meliputi :
a.    Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka ;
b.    Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan ;
c.    Sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan;
d.    Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan;

5.    Bahwa berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yang menyatakan “Setiap orang,tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan denganmengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalamperkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melaluiproses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai denganhukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakimyang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil danbenar";

6.    Bahwa dengan demikian mengacu kepada ruh atau asas fundamental KUHAP yang terkait dengan perlindungan hak asasi manusia Jo. ketentuan Pasal17 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang Aparatur Negara dalam melaksanakan KUHAP melalui lembaga Praperadilan telah secara sah mengalami perluasan sistematis (desystematische interpretatie) termasuk meliputi penggunaan wewenangPenyidik yang bersifat mengurangi atau membatasi hak seseorangseperti diantaranya menetapkan seseorang sebagai tersangkasecara tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, sehingga tidak hanya terbatas pada pengujian wewenang yang ditentukan dalam Pasal 77 KUHAP, yaitu (a) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan (b) ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan ;

7.    Bahwa tujuan Praperadilan dalam menguji keabsahan penyelidikan, penyidikan dan penetapan Tersangka, pada hakekatnya adalah untuk menjunjung hak asasi manusia dan menjamin hak-hak warga Negara yang dapat diabaikan dan dianggap tidak ada dengan adanya kedudukan sebagai Tersangka, terlebih lagi penetapan sebagai Tersangka tersebut dilakukan tidak menurut hukum. Adanya label Tersangka, mengakibatkan aparat penegak hukum dapat merampas hak asasi manusia yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan ;

8.    Bahwa Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10 ayat (1)
“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas melainkan wajib memeriksa dan menggalinya” ;
Pasal 5 ayat (1)
“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”;

9.    Bahwa dalam praktek peradilan hakim telah beberapa kali melakukan penemuan hukum terkait dengan tindakan lain dari penyidik, penuntut umum yang dapat menjadi obyek praperadilan yang antara lain penyitaan dan penetapan sebagai tersangka telah dapat diterima untuk menjadi obyek dalam pemeriksaan praperadilan, diantaranya adalah putusan Pengadilan Negeri JakartaSelatan dalam Perkara Praperadilan No : 38 / Pid.Prap / 2012 /PN.Jkt.Sel , Putusan Pengadilan Negeri JakartaSelatanNomor:4/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel , Putusan Pengadilan Negeri JakartaSelatan No:26/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel , Putusan Pengadilan Negeri JakartaSelatan No. 97/Pid.Pra/2017/PN.Jkt.Sel. Semua putusan pengadilan tersebut telah menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan,dengan menyatakan antara lain tidak sah menurut hukum tindakanTermohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka;

10.    Bahwa beberapa putusan praperadilan tersebut tentunya dapat dijadikan rujukan dan yurisprudensi dalam memeriksa perkara praperadilan atas tindakan penyidik atau penuntut umum yang salah atau keliru dan bertentangan dengan peraturan perundangan ;

11.    Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas berarti Pengadilan Negeri Malang berwenang memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan mengenai sah atau tidaknya penetapan Tersangka.
B.    KRONOLOGIS PERISTIWA HUKUM

12.    Bahwa pada bulan Agustus 2019 , Pemohon menerima surat Panggilan dari Termohon selaku penyidik untuk diperiksa di Unit Reskrim Polsek Batu Kota sebagai Saksi atas laporan polisi nomor: LP/63/VII/2019/JATIM/RES.BATU/SEK BATU KOTA tentang dugaan tindak pidana melanggar pasal 170 KUHP,  kemudian Pemohon memenuhi panggilan tersebut untuk diperiksa menjadi saksi pada tanggal 23 Agustus 2019 ditemani oleh anaknya yang bernama AAN;

13.    Bahwa saat Pemohon diperiksa sebagai saksi di Kantor Polsek Batu Kota pada tanggal 23 Agustus 2019, Termohon tidak memperlihatkan surat perintah tugas dan/atau surat perintah penyidikan kepada Pemohon terlebih dahulu. Kemudian ada beberapa pertanyaan perihal kesaksian Pemohon tentang siapa-siapa yang melakukan pemukulan/pengeroyokan terhadap korban/pelapor yang semula telah dijawab dengan sebenarnya oleh Pemohon tetapi kemudian Termohon mengarahkan dan membujuk supaya Pemohon mengakui saja bahwa dirinya yang melakukan pemukulan/pengeroyokan dan bersedia menandatangai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sambil meyakinkan tidak akan ada akibat apapun karena hanya dijadikan laporan dalam BAP ;

14.    Bahwa kemudian pada tanggal 13 September 2019 Pemohon menerima surat panggilan No: SP.Gil/43.a/IX/2019/RESKRIM dari Termohon untuk diperiksa sebagai Tersangka dalam perkara tindak pidana “dengan sengaja secara bersama-sama  menggunakan kekerasan sehingga mengakibatkan luka-luka” sebagaimana dimaksud dalam 170 KUH Pidana pada hari Sabtu tanggal 14 September 2019 ;

15.    Bahwa keesokan harinya tanggal 14 September 2019, Pemohon ditemani AAN datang memenuhi panggilan untuk diperiksa sebagai Tersangka. Pada hari itu Termohon tidak memperlihatkan surat perintah tugas dan/atau surat perintah penyidikan dan/atau surat penetapan sebagai Tersangka atas diri Pemohon. Selama pemeriksaan tersebut Pemohon sebagai Tersangka tidak dampingi oleh penasehat hukum, dan tidak pernahmenolak untuk didampingi penasehat hukum yang ditunjuk oleh Termohon, padahal tindak pidana yang disangkakan kepada Pemohon diancam hukuman penjara diatas 5 tahun ;

16.    Bahwa selanjutnya pada hari Jumat 20 September 2019, Pemohon menerima surat panggilan No: SP.Gil/43.b/IX/2019/RESKRIM tertanggal 20 September 2019 untuk keperluan pemeriksaan tambahan Tersangka dengan dilampiri Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan tertanggal 19 Agustus 2019. Pada saat  itulah Pemohon yang berstatus sebagai Tersangka baru mengetahui jika ternyata penyidikan terhadap dirinya dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No:Sp.Sidik/19/VIII/2019/Reskrimtanggal 19 Agustus 2019 ;

17.    Bahwa permohonan praperadilan ini hendak menguji mengenai sah atau tidaknya Penetapan Tersangka atas diri Pemohon. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, yang dimaksud dengan frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan“bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yangcukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana  (KUHAP). Oleh karena itu tidak cukup dengan pengakuan Pemohon saja kemudian Termohon dapat menganggap itu sebagai bukti permulaan untuk menetapkan status Tersangka ;

18.    Bahwa  Pemohon meragukan keabsahan penetapan Tersangka yang dilakukan oleh Termohon. Apakah telah memenuhi minimal 2 alat bukti yang dimaksud dalam pasal 184 KUHAP? Apakah keterangan saksi yang diperiksa telah saling bersesuaian? apakah terdapat alat bukti surat, keterangan ahli yang menggambarkan bahwa tindakan Pemohon memenuhi unsur pasal yang disangkakan sehingga layak ditetapkan sebagai Tersangka? karena sampai dengan permohonan praperadilan ini diajukan, Pemohon belum pernah sama sekali ditunjukkan/diberitahukan Surat Penetapan Tersangka atas diri pemohon beserta dasar-dasarnya, bahkan sepengetahuan Pemohon hanya dirinya sendiri yang ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon berkaitan dengan perkara dugaan melanggar pasal 170 KUH Pidana, padahal didalam pasal 170 KUHP terdapat unsur “secara bersama-sama” / “dengan tenaga bersama” sehingga apabila memang penyidikan benar telah cukup bukti seharusnya Termohon telah menetapkan Tersangka  lebih dari 1 (satu) orang ;
    
19.    Bahwa sejak semula terdapat kejanggalan dalam berkas penyidikan yang dibuat oleh Termohon. Mulai dalam surat-surat panggilan tersangka, surat perintah penyidikan, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan. Kesemuanya mencantumkan pasal yang disangkakan kepada Pemohon yaitu pasal 170KUH Pidana. Padahal dalam KUH Pidana Bab V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum pasal 170 sendiri terdiri dari pasal 170 ayat (1), dan pasal 170 ayat (2) angka 1, dan Pasal 170 ayat (2) angka 2, dan Pasal 170 ayat (2) angka 3, dan pasal 170 ayat (3). Yang mana masing-masing pasal tersebut memiliki unsur pasal dan ancaman hukuman yang berbeda satu dengan lainnya. Tindakan Termohon yang hanya mencantumkan pasal 170 KUH Pidana dalam berkas penyidikannya menjadikan penyidikan tersebut cacat yuridis dan tidak memberikan kepastian hukum. Bagaimana mungkin Pemohon sebagai tersangka ataupun penasehat hukumnya dapat menyiapkan pembelaan jika pasal yang disangkakan dalam penyidikan saja tidak jelas ;

20.    Bahwa Temohon menerbitkan surat panggilan untuk pemeriksaan Pemohon sebagai Tersangka diberi tanggal sekaligus diserahkan pada tanggal 13 September 2019, sementara pemeriksaan Pemohon sebagai Tersangka dilakukan keesokan harinya tanggal 14 September 2019. Hal tersebut melanggar beberapa ketentuan yaitu :
Pasal 112 ayat (1) KUHAP yang berbunyi :
“Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut”
Pasal 27 ayat (3) Peraturan KAPOLRI No. 14 Tahun 2012  tentang Manajemen Penyidikan yang berbunyi :
“surat panggilan disampaikan dengan meperhitungkan tenggang waktu yang cukup paling lambat 3 (tiga) hari sudah diterima sebelum waktu untuk datang memenuhi panggilan”
Peraturan KABARESKRIM No. 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana lampiran BAB SOP Pemanggilan halaman 23 huruf c. yang mengatur :
“waktu pemanggilan diperkirakan 3 hari setelah surat pemanggilan diterima oleh pihak yang dipanggil”
Semestinya apabila Termohon hendak melakukan pemeriksaan kepada Pemohon sebagai Tersangka pada tanggal 14 September 2019 maka menurut hukum surat panggilan dari Termohon selambat-lambatnya sudah harus diterima Pemohon pada 11 September 2019. Karena Pemanggilan menurut pasal 26 huruf a PERKAP No.14 Tahun 2012 merupakan bagian dari upaya paksa kepolisian, sehingga pemanggilan oleh Termohon yang tidak mengindahkan tenggang waktu yang wajar merupakan bentuk kesewenang-wenangan dalam menggunakan upaya paksa dalam penyidikan.
21.    Bahwa pada tanggal 14 September 2019 Pemohon telah diperiksa oleh Termohon sebagai Tersangka. Adapun pasal yang disangkakan adalah pasal 170 KUHP dengan ancaman lebih dari 5 (lima) tahun penjara. Pada pemeriksaan tersebut Pemohon tidak didampingi Penasehat Hukum, padahal menurut hukum Termohon diwajibkan untuk menunjuk penasehat hukum apabila Pemohon saat itu tidak mempunyai /belum menunjuk penasehat hukumnya sendiri seperti yang dimaksud pada:

Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
“Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.”

Peraturan KABARESKRIM No. 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana lampiran BAB SOP Pemeriksaan saksi, ahli, dan tersangka halaman 62 angka 8 yang berbunyi :
“penyidik dan atau penyidik pembantu menyiapkan/menunjuk penasihat hukum dalam hal tersangka melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana 15 tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri (pasal 56 KUHAP)
    Sehingga apabila Termohon melalaikan kewajibannya secara hukum tersebut maka, pemeriksaan penyidikan yang dilakukan terhadap diri Pemohonmenjadi batal demi hukum.
22.    Bahwa Termohonterlambatmenyerahkan tembusan Surat PemberitahuanDimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Pemohon selaku terlapor.BerdasarkanPutusanMahkamah Konstitusi RI No. 130 / PUU-XIII / 2015 tanggal 9 Januari 2017,Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)telah dimasukkan sebagai obyek praperadilan, dimana mengatur, ”Penyidik wajib memberitahukandan menyerahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepadaPenuntut Umum, Terlapor dan korban / Pelapor dalam waktu paling lambat 7(tujuh) hari setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan”. Adapun SPDP baru diterima oleh Pemohon bersamaan dengan surat panggilan pemeriksaan tambahan tersangka tanggal 20 September 2019, dari isi SPDP itulah Pemohon baru mengetahui jika Termohon telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor:Sp.Sidik/19/VIII/2019/Reskrimtanggal 19 Agustus 2019 yang berarti SPDP diberitahukan dan diserahkan oleh Termohon kepada Pemohon melebihi batas waktu 7 hari sehingga penetapan Tersangka dan/atau penyidikan terhadap diri Pemohon harus dinyatakan tidak sah.
Bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas kiranya patut jika penyidikan dan penetapan tersangka terhadap diri Pemohon dinyatakan tidak sah menurut hukum.Selanjutnya untuk itu Pemohon dengan segala hormat memohon kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri Malang berkenan menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :
1.    Mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon untuk seluruhnya ;
2.    Menyatakan Penyidikan yang dilakukan oleh Termohon berkenaandengan peristiwa pidana sebagaimana dinyatakan dalam penetapansebagai Tersangka terhadap diri Pemohon yang diduga melanggar Pasal 170 KUHP berdasarkan Surat Perintah PenyidikanNo:Sp.Sidik/19/VIII/2019/Reskrimtanggal 19 Agustus 2019 adalah tidak sah olehkarenanya penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ;
3.    Memerintahkan Termohon untukmenghentikan penyidikan terhadap Pemohon yang berdasarkanSurat Perintah PenyidikanNo:Sp.Sidik/19/VIII/2019/Reskrimtanggal 19 Agustus 2019;
4.    Menyatakan menurut hukum tindakan Termohon menetapkan Pemohonsebagai Tersangka yang melanggar Pasal 170 KUHP berdasarkan Surat Perintah PenyidikanNo:Sp.Sidik/19/VIII/2019/Reskrimtanggal 19 Agustus 2019adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukumdan oleh karenanya Penetapan Tersangka aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ;
5.    Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yangdikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang diterbitkan berdasarkan Surat Perintah PenyidikanNomor:Sp.Sidik/19/VIII/2019/Reskrimtanggal 19 Agustus 2019.
6.    Membebankan biaya perkara kepada Termohon
Atau apabila Yang Mulia Hakim berpendapat lain maka mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

 

Pihak Dipublikasikan Ya